Peninggalan - Peninggalan Sejarah
1. Makam
Sebahagian dari kuburan-kuburan
tersebut telah hancur akibat ulah penggali-penggali liar yang membongkar
kuburan-kuburan ini guna mengambil harta benda yang terdapat di kuburan ini,
antara lain piring-piring keramik besar asal Cina serta perhiasan-perhiasan
dari tembaga.
Desa Huta Siantar,
hanya beberapa kilometer jaraknya dari Panyabungan. Di desa Huta Siantar ini
terdapat berbagai kuburan-kuburan lama yang dibuat dari batu bata dan
kemungkinan berasal dari awal jaman masuknya agama Islam.
Sebuah batu bulat besar dengan diameter 84 cm, Setengahnya tertanam dan
penuh dengan lumut. Batu tersebut sesudah dibersihkan dari lumutnya. tampak sebuah
ornamen geometris berbentuk bintang sepuluh. Dengan bantuan penduduk setempat
kami membalikkan batu ini dan sesudah bagian yang sebelumnya tertanam
dibersihkan, tampak selain ornamen-ornamen berbunga juga sebuah inskripsi
beraksara Arab.
Sesudah dibersihkan lagi,
sebagian dari inskripsi dapat dibaca, antara lain "berpulang ke ....(tak
terbaca) Sutan .... nabi kita Muhammad...."
dan sebuah angka yang tidak jelas
lagi, kemungkinan 265. Rupanya batu ini adalah sebuah batu nisan dan
kemungkinan angka ini merupakan angka tahun wafatnya Sutan tersebut.
Pemakaman Raja Huta Godang Mandeling Julu
2. Sangkalon Simbol Keadilan
Sangkalon adalah lambang keadilam dalam masyarakat Mandailing. Patung ini juga dipanggil si pangan anak si pangan boru (si pemakan anak lelaki, si pemakan anak perempuan), yang melambangkannya suatu sikap atau nilai budaya bahwa demi tegaknya keadilan anak kandung sendiri harus dibunuh kalau ternyata melakukan kesalahan yang menuntut hukuman itu. Dengan perkataan lain, keadilan tidak pilih kasih.
Caption: Patung batu Sangkalon di Bagas Godang
Urup Tulak-tulak
Pemakaman Raja Huta Godang Mandeling Julu
setiap Huta mempunyai sebidang
tanah perkuburan. Kebiasaannya letaknya di luar Huta, tampi masih mudah
didatangi. Selain daripada tanah perkuburan, di sekitar Huta biasanya terdapat
pula tanah perkuburan makam-makam leluhur yang mula-mula membuka Huta tertentu.
Pada masa lampau, walaupun tidak dengan cara-cara yang khusus dan istimewa,
tempat makam leluhur dihormati oleh penduduk Huta. Meskipun tidak merupakan
suatu tradisi yang mengikut, tetapi kalau Raja atau anggota keluarga Raja
meninggal dunia, mereka dikebumikan di pemakaman leluhur.
Pemkaman Lobu
Di tanah-tanah perkuburan kuno
yang dipanggil lobu atau huta lobu banyak terdapat patung batu. Dalam bahasa
Mandailing, patung ini disebut batu tagor, yang menurut kepercayaan, dapat
memberi tanda (isyarat) dengan suara gemuruh apabila akan terjadi sesuatu hal
kepada keluarga raja. Selain batu tagor terdapat patung yang dinamakan batu
pangulu balang yang biasanya terdapat di sudut desa, yang menurut kepercayaan,
menjaga desa dan akan memberi pertanda apabila ada sesuatu yang akan menganggu
penduduk. Patung-patung batu tagor dan batu panghulu balang, yang diakui oleh
orang-orang Mandailing sebagai warisan nenek moyang mereka kelihatannya sama
sekali berbeda dari patung-patung peninggalan zaman Hindu dan Buddha.
Pemakaman Raja Junjungan Lubis sayurnainchat Mandeling Julu
Tempat yang bernama Padang
Mardia, terletak lebih kurang 2 km dari pasar Panyabungan sekarang, dahulunya
terdapat banyak patung-patung batu dan kuburan kuno. Patung batu yang dahulunya
banyak terdapat di tempat tersebut lama-kelamaan menjadi punah kerana
dirusakkan oleh penduduk sekitarnya yang anti "berhala". Kini yang
masih tersisa hanya beberapa kuburan kuno dan pecahan-pecahan patung
2. Sangkalon Simbol Keadilan
Sangkalon adalah lambang keadilam dalam masyarakat Mandailing. Patung ini juga dipanggil si pangan anak si pangan boru (si pemakan anak lelaki, si pemakan anak perempuan), yang melambangkannya suatu sikap atau nilai budaya bahwa demi tegaknya keadilan anak kandung sendiri harus dibunuh kalau ternyata melakukan kesalahan yang menuntut hukuman itu. Dengan perkataan lain, keadilan tidak pilih kasih.
Caption: Patung batu Sangkalon di Bagas Godang
Credit: Abdur-Razzaq Lubis
3. Pustaha Mandailing
Meskipun bangsa Mandailing
mempunyai aksara yang dinamakan urup tulak-tulak dan dipergunakan untuk menulis
kitab-kitab kuno yang disebut pustaha, namun amat sulit menemukan catatan
sejarah mengenai Mandailing sebelum abad ke 19. Umumnya pustaha-pustaha ini
berisi catatan pengobatan tradisional, ilmu-ilmu ghaib, ramalan2 tentang waktu
yang baik dan buruk serta ramalan mimpi dan bukan tentang sejarah.
Nb: Dan masih banyak lagi peninggalan sejarah dari suku batak mandeling.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar