Budaya Marga Nasution
Orang-orang Mandailing bermarga
Nasution meyakini mereka adalah keturunan Si Baroar yang pada masa bayinya
ditemukan di tengah hutan oleh Sutan Pulungan raja dari Huta Bargot di
Mandailing Godang. Versi lain mengatakan bahwa "Nasution yang pertama
kiranya adalah putera dari Raja Iskandar Muda dari Pagar Ruyong (pusat dari kerjaan
Minangkabau kuno), yang pada gilirannya adalah cucu dari Sultan Iskandar, nama
bagi Alexander de Grote (the Great) dalam cerita-cerita Indonesia.
Dalam perjalanan menjelajahi
pulau Sumatra, Iskandar Muda sampai
berhubungan dengan seorang gadis bunian, yang melahirkan seorang anak lelaki
untuknya." Anak itulah yang kemudian ditemukan Sutan Pulungan di tengah
hutan ketika ia sedang berburu.
Kisah tentang Si Baroar sangat
meyakinkan bagi masyarakat Mandailing karena sekitar pertengahan abad yang lalu
kisah tersebut telah dituliskan oleh Willem Iskander (1840-1876) dalam buku
karangannya berjudul Si Bulus-Bulus Si Rumpuk-Rumpuk. Buku tersebut yang
ditulis dalam bahasa Mandailing dipakai untuk bacaan di sekolah-sekolah sampai
pada masa awal kemerdekaan Indonesia.
2. Tarombo atau Silsilah
Satu-satunya data yang dapat
dipergunakan untuk menghitung usia marga-marga yang terdapat di Mandailing
ialah tarombo kerana ia mencatat setiap generasi marga dari nenek
moyang masing-masing. jurai keturunan itu terkadang meragukan
kerana beberapa tarombo dari marga tertentu sering berselisih jumlah
generasi yang tercatat di dalamnya.
Jika diperhitungkan berdasarkan
tarombo marga Nasution memiliki 19 sundut atau keturunan, maka dapat
ditaksirkan bahwa marga Nasution sudah bertempat di Mandailing selama kira-kira
475 tahun. Perkiraan ini didasarkan pada taksiran 25 tahun untuk satu generasi.
Sejak marga Nasution mulai berkuasa di Mandailing Godang, tidak dapat
dipastikan.
Sementara tarombo marga Lubis memiliki 22 sundut. Ini menunjukkan bahwa keturunan Namora Pande Bosi telah
bertempat tinggal di Mandailing selama kira-kira 550 tahun, yakni sejak abad ke
15, jika diperhitungkan 25 tahun satu generasi. Bagaimanapun sejak
bila marga Lubis mula berkuasa di Mandailing Julu tidak diketahui dengan pasti.
3. Dalian Na Tolu
suku Mandailing di mana pun mereka berada di Tanah Mandailing atau di rantau mengamalkan sistem
kekrabatan Dalian Na Tolu (Tumpuan Yang Tiga). Artinya, mereka terdiri dari
kelompok kekerabatan Mora (kelompok kerabt pemberi anak dara), Kahanggi
(kelompok kerabat yang satu marga) dan Anak Boru (kelompok kerabat penerima
anak dara). Yang menjadi pimpinan kelompok tersebut biasanya adalah anggota
keluarga dekat dari Raja yang menjadi kepala pemerintahan di Banua atau Huta
asal mereka.
Masyarakat Mandailing diatur dengan menggunakan sistem sosial Dalian na Tolu (Tumpuan Yang Tiga) - merujuk kepada aturan kekerabatan marga - yang diikat menerusi perkawinan dan prinsip Olong Dohot Domu (Kasih Sayang dan Keakraban). Sistem pemerintahan Mandailing demokratis dan egalitar. Lembaga pemerintahan Na Mora Na Toras (Yang Dimuliakan dan Dituakan) memastikan keadilan dan kepemimpinan yang dinamis.
Dahulu kala, orang Mandailing yang merantau ke Minangkabau, Sumatra timur atau Semenanjung, apabila mereka bertemu satu sama lain, pertama-tama mereka ìsorehî atau bertanya kampung asal dan marga masing-masing. Dengan cara itu mereka sudah tahu siapa orang itu dan apa gerangannya.
Masyarakat Mandailing diatur dengan menggunakan sistem sosial Dalian na Tolu (Tumpuan Yang Tiga) - merujuk kepada aturan kekerabatan marga - yang diikat menerusi perkawinan dan prinsip Olong Dohot Domu (Kasih Sayang dan Keakraban). Sistem pemerintahan Mandailing demokratis dan egalitar. Lembaga pemerintahan Na Mora Na Toras (Yang Dimuliakan dan Dituakan) memastikan keadilan dan kepemimpinan yang dinamis.
Dahulu kala, orang Mandailing yang merantau ke Minangkabau, Sumatra timur atau Semenanjung, apabila mereka bertemu satu sama lain, pertama-tama mereka ìsorehî atau bertanya kampung asal dan marga masing-masing. Dengan cara itu mereka sudah tahu siapa orang itu dan apa gerangannya.
4. Penyabungan Tonga-tonga
Gambar: makam Marga Nasution di penyabungan tonga-tonga mandeling godang
Tempat yang dipandang terpenting
di Mandailing Godang sejak dahulu ialah Panyabungan yang berkembang dari sebuah
desa tertua menjadi kota
kecil. Sementara bagian yang dipandang terpenting daripada Panyabungan ialah
Panyabungan Tonga-Tonga kerana menurut kepercayaan orang-orang Mandailing di
tempat itulah dahulu kala pertama kali bermukim Si Baroar, yakni tokoh yang
dipandang sebagai nenek moyang orang-orang Mandailing marga Nasution.
Setelah diangkat oleh penduduk
menjadi raja, Si Baroar digelar Sutan Diaru. Dari Panyabungan Tonga-Tonga,
keturunannya bertebaran dan menjadi raja-raja di berbagai tempat di Mandailing
Godang. Sampai sekarang terdapat Bagas Godang (Rumah Besar) dan sebuah balai
sidang adat yang dinamakan Sopo Godang (balai agung) di Panyabungan
Tonga-Tonga. Dalam jarak yang tidak begitu jauh di sebelah selatan kedua
bangunan tersebut terletak makam Si Baroar.
5. Marga
Seperti
kebanyakan masyarakat di
dunia, masyarakat Mandailing adalah patrilineal, yaitu mengikut nasab
atau
keturunan sebelah Ayah. hanya anak lelaki yang menyambung atau memakai
marga untuk keturunan berikutnya sedangakan wanita hanya memakai marga
tidak dapat menyambung marga.
Nama
marga atau clan name
orang-orang Mandailing, lelaki dan wanita tetap memakai marga ayah jika
menikah. Dia tidak memakai marga suaminya seperti wanita Barat yang
mengambil surname (nama keluarga) suami sesudah menikah .
Seperti
orang Arab dan Tionghua,
orang Mandailing mempunyai pengetahuan mengenai silsilah mereka sampai
beberapa keturunan sekaligus riwayat nenek moyang mereka. Pada mulanya
silsilah sesuatu marga diriwayatkan turun-temurun secara lisan (tambo
atau
terombo) kemudian diperturunkan secara bertulis.
Menurut
Abdoellah Loebis yang
menulis mengenai asal-usul orang Mandailing dalam majalah Mandailing
yang
diterbitkan di Medan pada awal kurun ke-20 Yang masih ada memegang tambo
turun-turunannya, yaitu marga Lubis dan Nasution, seperti yang telah
dikarang oleh Almarhum
Raja Mulya bekas Kuriahoofd (daerah) Aek (Sungai) Nangali Ini tidak
bermakna karena marga-marga Mandailing yang lain tidak memelihara
silsilah mereka.
Biasanya di dalam sesebuah
kampung di Mandailing terdapat dua atau tiga marga utama dan marga-marga ini
saling kahwin mengahwini. Adat Mandailing melarang perkahwinan sesama marga,
misalnya Nasution dengan Nasution pasangan yang melanggar aturan ini akan
dihukum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar